Harga Mobil Baru Naik, Konsumen Beralih ke Mobil Bekas

Harga Mobil Baru Naik, Konsumen Beralih ke Mobil Bekas
Ilustrasi mobil bekas (Dok. Ist)


 MediaWarta.id - Kenaikan harga mobil baru yang tidak sebanding dengan kemampuan daya beli masyarakat membuat banyak konsumen, terutama dari kalangan menengah ke bawah, mulai beralih ke mobil bekas.

Mereka memilih mobil bekas karena harganya lebih masuk akal di tengah tekanan ekonomi yang makin berat.

Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, mengatakan bahwa daya beli masyarakat saat ini cenderung stagnan bahkan menurun. 

Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), inflasi kebutuhan pokok, dan kondisi ekonomi secara umum.

"Kenaikan harga ini tidak lagi sepadan dengan daya beli yang stagnan, bahkan menurun karena tekanan ekonomi, PHK, dan inflasi kebutuhan pokok yang sedang marak," kata pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu

Mobil LCGC (Low Cost Green Car) yang dulunya dianggap paling terjangkau pun mengalami kenaikan harga. Contohnya:

Toyota Calya tipe 1.2 E MT STD naik dari Rp167 juta menjadi Rp169,9 juta

Toyota Agya dari Rp170 juta menjadi Rp173,2 juta

Daihatsu Ayla tipe 1.0 M M/T dari Rp136 juta menjadi Rp138,5 juta

Daihatsu Sigra tipe 1.0 D MT dari Rp136 juta menjadi Rp139,2 juta

Kenaikan harga ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti meningkatnya biaya produksi, nilai tukar mata uang yang tidak stabil, kenaikan pajak, dan suku bunga kredit.

Akibat harga mobil baru yang semakin mahal, minat masyarakat terhadap mobil bekas pun meningkat. 

PT JBA Indonesia, perusahaan lelang mobil bekas, mencatat bahwa penjualan mobil bekas di platform mereka naik 13 persen pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa penjualan mobil baru justru menurun. 

Dari Januari hingga Maret 2025, penjualan mobil dari pabrik ke dealer turun 4,7 persen menjadi 205.160 unit dari sebelumnya 215.250 unit. Penjualan ritel atau langsung ke konsumen juga turun 8,9 persen menjadi 210.483 unit.

Situasi ini bisa jadi makin sulit karena adanya kebijakan tarif impor baru dari pemerintah Amerika Serikat dan ketegangan dagang internasional. 

Hal tersebut berpotensi membuat kondisi ekonomi global semakin tidak menentu, yang akhirnya ikut berdampak pada pasar otomotif di Indonesia.

Yannes berharap situasi ini tidak berlangsung lama agar industri otomotif dan ekonomi nasional bisa kembali pulih.

"Kita semua sangat berharap ekonomi Indonesia bisa cepat tumbuh dengan baik kembali agar dapat berbelanja lagi dengan hati senang," kata dia.


0 Komentar


Dapatkan Informasi Terkait Berita Indonesia Terkini dan Terupdate Tahun Ini , trending, serta terpopuler hari ini dari media online MediaWarta.id melalui platform Google News